Kamis, 18 Februari 2010

Experience

izinkan aku sesekali untuk menuliskan kisah2ku, agar kelak bila mentari mulai terbelah dua aku tetap bisa mengingat bahwa aku tetaplah aku.

Where Bunyu Island??

Pulau Bunyu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kecamatan ini beribukota di Bunyu, dengan luas wilayah 198,32 km² serta berjarak ± 60 km dari ibukota kecamatan ke Tanjung Selor. Untuk mencapai kecamatan ini, dapat pula melalui Pulau Tarakan ±1 jam perjalanan dengan speed boat berpenumpang 60 orang.





sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Bunyu,_Bulungan

FISIKAWAN INDONESIA, HABIBIE SANG 'MR.CRACK'

Sebuah pesawat terbang, Kulit luarnya bisa saja
terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi dalamnya keropos.

Ketidakpastian inilah yang dihadapi
industri pesawat terbang sampai
40 tahun lalu. Pemakai dan produsen
sama-sama tidak tahu persis,
sejauh mana bodi pesawat
terbang masih andal dioperasikan.



Akibatnya memang bisa fatal.
Pada awal 1960-an, musibah
pesawat terbang masih sering
terjadi karena kerusakan konstruksi
yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique)
pada bodi masih sulit dideteksi dengan
keterbatasan perkakas. Belum ada
pemindai dengan sensor laser yang
didukung unit pengolah data komputer,
untuk mengatasi persoalan rawan ini.



Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan
antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin.
Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus,
baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat.
Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar.
Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang
menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi,
dan itu awal dari keretakan (crack).


Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat.
Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi,
taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas.
Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat
mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.



Pada saat itulah muncul anak muda jenius
yang mencoba menawarkan solusi.
Usianya baru 32 tahun. Postur tubuhnya kecil
namun pembawaannya sangat enerjik.



Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie,
laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.



Habibie-lah yang kemudian menemukan
bagaimana rambatan titik crack itu bekerja.
Perhitungannya sungguh rinci,
sampai pada hitungan atomnya.

Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan


"crack progression"


Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack.



Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman.
Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh,
tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.



betapa hebat sang Ilmuan Fisika Indonesia, yang kita sebut "Mr. Crack"


Apakah kamu tak ingin mengikutu jejak langkahnya ????

jawabannya bukan sekarang, nanti atau mungkin masa depan
tapi jawaban yang tepat adalah "AKAN KU BUKTIKAN!!!!!!!!!!!!!"